Di penghujung senja, di Stasiun Kereta

Di penghujung senja, di sudut stasiun kereta.

Tak jauh dari stasiun tersebut, terdapat palang pintu rel kereta api. Semua pengguna jalan kian bertambah memenuhi antrian menunggu sang kereta lewat. Ia bak raja yang melintas di tengah kota yang menjadi pusat perhatian bagi siapa saja yang melihatnya. Semua orang takjub, terpaku menanti kedatangannya. Wajah-wajah lelah menghiasi beberapa pengguna jalan, terutama para pengendara motor-yang wajahnya dapat jelas terlihat. Semuannya menunggu.

Di sebrang antrian panjang itu, para pedagang menjajakan dagangannya. Yang mayoritas mereka semua adalah pedagang makanan dan satu dua pedagang mainan anak kecil. Yang terlihat mencolok adalah sebuah  angkringan(warung makan sederhana dengan gerobak) yang dipenuhuhi pembeli. Seperti sebuah kue manis yang dikerubungi oleh semut. Beberapa orang tampak sedang duduk santai di sampingnya, dengan tikar yang memang sudah di sediakan oleh pemilik angkringan tersebut. Semuanya bercengkrama ramah dengan pembeli yang lain. Terlihat wajah riang dan bahagia dibalut dengan senyum tulus, tak tampak sedikitpun rasa kelelahan di wajah mereka. Semuanya seperti hilang tenggelam akan suasana yang begitu bersahabat ini.

Suara klakson memecahkan telinga. Menggema ke penjuru arah. Kereta akan melintas. Pengguna jalan-yang sedari tadi menunggu telah bersiap-siap menyalakan mesin kendaraannya masing-masing. Secara cepat kereta melintas, sepersekian detik kemudian palang pintu terbuka. Mereka berhamburan melajukan kendaraannya. Sesak, ramai, padat sekali. Satu dua pengendara tak sabaran, menyerobot antrian yang penuh itu. Menyebabkan “lomba klakson”pun dimulai. Semuanya menjadi gaduh. Tapi kegaduhan atas “lomba” itu tak menurunkan suasana hangat di tempat angkringan tersebut. Bukannkah memang begini suasana di palang pintu kereta ? terlebih lagi, tempat itu tak jauh dari stasiun kereta.


Di penghujung senja, di depan stasiun kereta.

Suasana tak kalah ramai terjadi di depan stasiun kereta. Stasiun yang telah berdiri sejak ratusan tahun ini masih terlihat gagah berdiri. Bangunan ala belanda ini memang menjadi daya Tarik sendiri. Bangunannya yang tak begitu megah namun penuh dengan nilai seni, membuatnya terlihat sangat indah. Depan stasiun tersebut, berdiri beberapa kios-kios warung makan dengan berbagai menu – yang pastinya akan membuat lidah siapa saja menjadi termanjakan. Stasiun ini memang sudah memilki area parker sendiri di bagian samping stasiun tersebut, namun di bagian depan juga terdapat  area parkir. Entah itu illegal atau tidak, yang pasti, tak sedikit para pengantar penumpang memarkirkan kendaraannya di tempat itu. Dan itu, membuat suasana stasiun itu pun menjadi padat. Apalagi jika berbarengan dengan jam kedatangan kereta-seperti saat ini. Semuanya tertumpah di halaman depan pintu masuk stasiun. Semuanya berubah menjadi lautan manusia, dan antrian panjang kendaraan menambah kesan penuh sesak kondisi depan stasiun tersebut. Pertemuan penumpang yang turun dan yang baru saja datang ke stasiun tersebut menjadi pemandangan biasa yang terjadi di stasiun tersebut.

Di penghujung senja, di lobi stasiun kereta.

Lobi stasiun yang memanjang, dengan sederet bangku-bangku yang telah disiapkan untuk calon penumpang kini mulai penuh terisi. Calon penumpang yang tak mendapat bagian, beberapa menggelar tempat mereka sendiri. Mereka duduk dilantai dan tak memedulikan mata-mata yang melihatnya.

“Biar saja, toh yang penting aku bisa duduk. Berat tau bawaanku” begitulah perkataan mereka yang terpaksa duduk di bawah karna tak mendapat jatah duduk di kursi panjang yang telah di sediakan. Di sebrang tempat duduk yang terpasang itu, disediakan pula beberapa tempat pengambilan uang (atm). 

Di bagian timur tempat duduk itu, persis di depan pintu pemeriksaan. Terdapat loket-loket yang mengurusi pembelian karcis-karcis kereta. Terlihat beberapa orang mengantri memanjang kebelakang menunggu giiran. Suasana yang juga ramai, namun tetap dalam batas wajar, dan terlihat lebih kondusif dibanding depan stasiun tersebut.

Di penghujung senja, di dalam stasiun kereta.

Pengeras suara berbunyi, suara laki-laki terdengar membancaka pengumuman. Memberitahu calon penumpang, bahwa kereta sudah tersedia dijalurnya. Lantas, sepersekian detik sejak berakhirnya pengumaman tersebut, calon penumpang berbondong-bondong masuk ke dalam area stasiun tersebut -yang telebih dahulu harus melewati pemeriksaan karcis. Begitu masuk, calon penumpang disajikan hamparan jalur-jalur rel kereta api di depan mereka. Bagian samping mereka, disebelah kiri dari pintu masuk, sudah terpasang rapi tempat duduk yang berjejer seperti di lobi. Di bagian samping tempat duduk itu, terdapat minimarket yang memudahkan calon penumpang membeli makanan atau cemilan untuk persedian diperjalanan nanti.

Semua calon penumpang berjalan beriringan menuju kereta dan jalur yang sudah terpampang di karcis mereka. Beberapa jasa kuli angkut menjajakan jasanya, untuk penumpang yang sekiranya membawa bawaan lebih. Calon penumpang bersabar mengantri untuk masuk ke dalam gerbong kereta. Begitu semuanya sudah masuk, mendadak suasana dalam stasiun menjadi lebih sepi. Hanya beberapa orang saja yang tengah duduk entah menunggu apa.

Di penghujung senja, di stasiun kereta.

Matahari perlahan menghilang dari pandangan. Ia mulai tampak malu-malu memancarkan sinarnya, yang kini telah berubah menjadi jingga. Memantulkan hamparan sinarnya kepenjuru stasiun. Menyebabkan terjadinya beberapa siluet-siluet indah yang memanjakan mata. Suasana riuh ramai, di dalam stasiun, di lobi, di depan, bahkan di sekitar lingkungan stasiun berpadu menjadi pemandangan yang “menakjubkan”. Apalagi ditambah hamparan cahaya jingga dari sang senja, menambah kesan romantis yang begitu pekat.
Senja telah tenggelam, meninggalkan sisa-sisa keromantisan kepada hati yang begitu membekas. Bibirpun, tanpa persetujuan otak, membuat simpulan senyum indah yang membahagiakan.

Senja, selalu bisa membuat kita seperti itu…

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Kamu Pemendam Rasa..

Liburan Tak Pernah Sebosan ini...

Untuk Hati Yang Terluka....