Kotak Kenangan

Untuk kamu, pemilik rindu.

Hai, apa kabarmu ? 
Kutau hari-harimu sebulan terakhir tidaklah baik. Banyak tugas-tugas dan tuntutan-tuntutan yang harus kau selesaikan sebelum waktunya habis. Aku tau, kau bekerja lebih keras untuk menyelesaikan tugasmu itu. Terlihat dari mukamu yang tak seperti biasanya. Mukamu lelah. Terlihat sangat jelas. Kantung matamu yang semakin menebal dan menghitam, menambah kesan bahwa kau sedang dalam beban besar. Memikul beban itu sendirian. 

Tapi tenang, semua itu tak menutup wajah manismu. Tatapan teduhmu tetap ada. Tetap menetramkan seperti biasanya. Ingin sekali ku membantumu, menyuruhmu istirahat, atau sekedar menemanimu dalam mengerjakan tugasmu itu. Setidaknya aku ingin kau tau, kau bisa membagi bebanmu itu padaku, walaupun hanya sedikit. Aku akan dengan senang hati melakukannya. Selagi itu bisa membuatku, tetap terus berada disampingmu. Seperti dulu.

Namun apa dikata, kita tau tak semua hal bisa kita paksakan. Semesta berkata lain, kini aku bukan siapa-siapamu. Tidak seperti waktu itu, ketika aku dekat denganmu. Kini yang bisa kulakukan hanyalah, melihatmu dari jauh, menyemangatimu dalam senyap, dan tetap mengirimkanmu untaian doa yang tak pernah putus. Namamu tak pernah absen, selalu kudengungkan ketika aku bersujud kepada-Nya. Berharap, kau kan selalu baik-baik saja.
Beriringan dengan doaku itu, selalu terucap satu kalimat yang selalu aku ingin tanyakan padamu.

Bisakah kita seperti dulu ?

Kau tau, kini kegiatan favoritku setiap malam adalah, selalu mengunjungi sebuah ruangan. Yang mana, tak banyak orang tau ruangan itu. Tepatnya, aku menyembunyikannya. Ruangan itu gelap. Di ruangan inilah aku menyimpan semuanya. Ruangan di mana aku menyusun rapi sebuah kotak yang kunamakan kenangan. 

Kenangan tentangmu..

Apakah di tempatmu sana, kotak itu juga ada ? ah iya, tak apa semisalkan kau tidak mempunyai kotak itu. Biarkan aku membuatkanmu kotak yang baru lain kali. Ketika tuhan menghendaki, untuk kita bersama lagi.

Kau pernah singgah di ruangan ini, dulu. Kau mengetuk pintu itu, dan dengan mudah aku mempersilakanmu masuk. Tanpa paksaan, tanpa hambatan, dan tanpa kecurigaan. Sesederhana itulah, aku jatuh dalam pelukan.

Sebelum kau datang, ruangan ini sangatlah berantakan. Pemiliknya yang lama, meninggalkan ruangan ini begitu saja. Memperporak-porandakan seisi ruangan tanpa ampun. Meninggalkan bekas kehancuran yang amat menyakitkan. 

Hadirmu saat itu laksana hujan di sebuah tanah tandus. Menghidupkan kehidupan lama yang telah mati. Kau menyembuhkan luka itu. Kau membangun kembali, ruangan ini yang sempat mati. Sosokmu yang menyenangkan, dibalut dengan tatapan mata amat meneduhkan, memudahkan proses penyembuhan.

Oh iya, tidak terasa sudah hampir sebulan sejak malam itu. Malam di mana kau mengirimkan sebuah voice note yang merubah segalanya. Ketika bahagia, berubah menjadi luka hanya dalam kedipan mata. Rasa sakit di dada, terus-terusan menghinggap, sampai luka itu semakin lebar menganga. 

Secepat itu, aku kehilangan dirimu.

Kau pergi meninggalkan ruangan ini begitu saja. Meninggalkan hiasan dinding yang belum sempat terselesaikan. Pembangunan kembali ruangan inipun menjadi tertunda, entah sampai kapan waktunya. Dan perlahan-lahan ruangan inipun kembali menjadi gelap.

Kau tau ?
Sampai detik inipun aku tak mengerti. Mengapa aku masih berdiri di sini, di depan pintu ruangan yang dulu kau tinggalkan. Dengan harapan kau kan kembali, dengan membawa harapan-harapan yang dulu kau bawa pergi.
Sampai detik inipun aku tak paham. Mengapa aku masih tetap meunggumu. Menyimpan rasa yang sudah ada, dan berharap kau kan membalasnya. 
Sampai detik ini, perasaan ku terhadapmu, belum berubah sejak aku mengatakannya padamu malam itu.

Walaupun tak dapat kupungkiri. kau memberikanku luka yang tak sedikit. Tapi itu tak mengurungkan niatku untuk percaya, kau akan kembali di sini. Di ruangan ini. Di mana semuanya di mulai.
Di ruangan sederhana, tempat kita berbagi cerita.

Kalaupun penantianku ini tak sesuai harapan. tak akan ada penyelasan yang akan menyeliinap masuk di dalam pikiran. Biarkan ini menjadi sebuah pelajaran. Demi pribadi yang lebih baik di masa depan.

Seperti kata bang alit susanto, "esensi dari mencintai adalah merasa bahagia, bukan terlihat bahagia" terlepas dari hasil apapun yang akan kudapatkan di ujung penantianku nanti. Aku percaya satu hal. 

Aku mencintaimu, dan aku bahagia...

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Kamu Pemendam Rasa..

Liburan Tak Pernah Sebosan ini...

Untuk Hati Yang Terluka....